Kategori: Uncategorized

  • Kartu Pendatang Yang Wajib Diperhitungkan “Axis”

    Kartu Pendatang Yang Wajib Diperhitungkan “Axis”

    AXIS (sebelumnya bernama Lippo Telecom dan NTS) adalah sebuah produk layanan telekomunikasi dari XL Axiata, anak perusahaan dari Axiata. AXIS meluncurkan layanannya pada bulan April 2008 dan kini tersedia di lebih dari 400 kota di seluruh pulau-pulau besar Indonesia, termasuk Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Lombok yang mencakup 80% penduduk. Jaringan AXIS juga diperkuat oleh jaringan XL sehingga cakupannya menjadi lebih luas. Berkantor pusat di Jakarta, AXIS merupakan salah satu operator seluler 2G, 3G, 4G dan 5G dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia, melayani lebih dari 15 juta pelanggan dan didukung oleh lebih dari 800 pegawai yang berdedikasi.

    Merek AXIS awalnya dikelola oleh PT Axis Telekom Indonesia (dahulu PT Natrindo Telepon Seluler). Setelah proses merger dan akuisisi oleh XL Axiata pada 2013-2014, merek ini akhirnya dikelola oleh PT XL Axiata Tbk sampai saat ini dan AXIS tidak lagi berdiri sebagai sebuah perusahaan independen, melainkan hanya sebagai merek semata.

    Sejarah

    Perkembangan awal

    Operator ini bermula dari upaya Grup Lippo untuk membangun operator seluler (pertamanya) yang dimulai pada pertengahan 1998. Kala itu, pemerintah melakukan tender untuk membangun jaringan komunikasi berbasis GSM (atau nama lainnya DCS, Digital Cellular System/Sistem Seluler Digital) 1800 MHz pertama di Indonesia. Bersama dengan 4 perusahaan lain (yaitu PT Astratel Nusantara, PT Ariawest International, PT Primarindo Sistel, dan PT Kodel Margahayu Telindo), perusahaan patungan Lippo (85,6%) dan raksasa telekomunikasi Hong Kong, Hutchison Telecommunications bernama PT Natrindo Global Telekomunikasi (yang telah berdiri sejak 11 April 1994) berhasil memenangkan tender yang diadakan pemerintah pada November 1998. Tender ini bernilai US$ 60 juta dan Natrindo mendapatkan hak untuk membangun jaringan tersebut di Jawa Timur.Seiring waktu, bisnis dan rencana pembangunan jaringan GSM 1800 dari PT Natrindo Global Telekomunikasi kemudian dialihkan ke PT Natrindo Telepon Seluler yang didirikan pada 2 Oktober 2000 dengan komposisi kepemilikan yang sama, yaitu oleh Lippo dan Hutchison.Selain kedua perusahaan ini, kemudian bergabung juga SoftBank dan China Resources sebagai pemegang saham minoritas.

    Setelah persiapan, pada 27 April 2001 operasional PT Natrindo diluncurkan di Jawa Timur dengan merek Lippo Telecom. Target pelanggan awalnya adalah 80.000, dan berhasil menggaet 20.000 pelanggan di awal beroperasi. Modal awal yang dikeluarkan adalah US$ 20 juta dan 100 BTS. Lippo Telecom merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang beroperasi dengan sistem GSM 1800 MHz dan pada saat itu pihaknya mengklaim bahwa sistem ini merupakan teknologi GSM termodern dunia. Untuk memperluas operasinya, Lippo melakukan beberapa upaya, seperti mengakuisisi perusahaan lain (yang belum beroperasi tapi memegang lisensi GSM 1800) yaitu PT Primarindo Sistem (yang beroperasi di Kalimantan) pada 14 Desember 2001, PT Kodel Margahayu (yang beroperasi di Sulawesi dan Bali) pada 2002, PT Mitra Perdana (yang beroperasi di Jawa Tengah) serta berhasil menguasai 35% saham konsorsium yang didirikan oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) untuk mengelola jaringan seluler GSM 1800 di Jabodetabek, yaitu PT Inti Mitratama Abadi seharga Rp 60 M. (PT Inti Mitratama, PT Mitra Perdana ditambah Indosat dan Telkom merupakan pemain baru di GSM 1800)

    Upaya akuisisi ini diharapkan bisa mewujudkan niat Natrindo untuk beroperasi secara nasional, dan dengan hal tersebut Lippo sudah mempunyai peluang untuk beroperasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jabodetabek dan Kalimantan. Bahkan, pada akhir 2002 sempat direncanakan perusahaan-perusahaan tersebut akan dilebur dalam PT Natrindo, ditambah dengan dua perusahaan GSM 1800 lain yang belum diakuisisi (dan juga sama-sama belum beroperasi), yaitu PT Astratel Nusantara dan PT Ariawest Internasional. Lippo juga berencana untuk menggunakan jaringan bisnisnya yang “menggurita” di mana-mana untuk membangun bisnis komunikasinya ini. Hal ini diwujudkan dengan kerjasama misalnya dengan Bank Lippo dan AIG Lippo Life.Bahkan, sempat ada rumor bahwa Lippo Telecom akan berkongsi dengan partnernya, Hutchison untuk mengambil alih saham pemerintah di Indosat, walaupun pada akhirnya saham Indosat justru jatuh ke Temasek Holdings Singapura.

    Namun, banyak yang menduga bahwa langkah mulus Lippo ini dibantu oleh pemerintah lewat Menteri Perhubungan dan Transportasi Agum Gumelar, mengingat pemiliknya yang merupakan konglomerat besar berkoneksi tinggi. Agum misalnya pada November 2002 memerintahkan agar operator seluler diatas untuk segera merger dengan Lippo Telecom atau izin mereka akan dicabut. Pemerintah beralasan bahwa karena semua operator tersebut (Ariawest, Astratel, Inti Mitratama, Primarindo, Kodel Margahayu dan Mitra Perdana) belum beroperasi, maka lebih baik mereka menggabungkan diri.Di Juni 2002, sebelumnya juga berhembus kabar bahwa Agum memaksa operator “raksasa” Excelcomindo, Satelindo dan Telkomsel untuk memberikan jasa roaming kepada Lippo Telecom.

    Dalam perkembangannya, akhirnya seluruh izin perusahaan tersebut untuk menyelenggarakan GSM 1800 MHz resmi digabungkan dengan izin GSM 1800 Lippo Telecom pada November 2002. Izin operasi nasional Lippo Telecom kemudian keluar pada 20 Desember 2002, dan pada 17 Januari 2003, Lippo Telecom menyatakan dirinya sebagai operator GSM 1800 pertama yang memiliki lisensi beroperasi nasional. Namun, dalam proses ini, hanya izin GSM 1800 keenam perusahaan itu saja yang beralih ke Lippo Telecom. Terkecuali bagi satu perusahaan, yaitu PT Kodel Margahayu Telindo yang di merger pada 15 November 2002 dengan Natrindo, perusahaan lain diatas tidak merger dengan perusahaan ini. Khusus untuk PT Primarindo Sistel (yang sudah dimiliki Lippo), kemudian juga dijadikan anak usaha dari Natrindo.

    Selama beroperasi, Lippo Telecom cukup bisa menawarkan layanan yang lebih murah dibanding pesaingnya. Menurut pihak Lippo Telecom, hal ini disebabkan mereka tidak terlalu banyak beriklan namun memfokuskan ke soal harganya.Produk-produk yang ditawarkan seperti kartu prabayar bermerek Prima, Solusi dan Prabayar Ekonomis. Di Jawa Timur, Lippo Telecom pada Januari 2003 tercatat sudah memiliki 82 BTS dan memiliki 62.000 pelanggan. Namun, sayangnya upaya Lippo Telecom untuk berekspansi sepertinya tidak berjalan mulus, karena biaya infrastruktur GSM 1800 yang terlalu tinggi dan kesulitan melakukan pengembangan bisnis. Akibatnya, pada 2005 justru Lippo Telecom tidak berkembang sesuai harapan awalnya untuk menasional, melainkan tetap bertahan di Jawa Timur, sehingga penggunanya menurun menjadi hanya sebesar 10.000. Sebenarnya, pada 17 September 2004, Lippo Telecom sudah diberikan izin 3G kedua nasional (setelah PT Cyber Access Communication), tetapi lagi-lagi Lippo Telecom tampak belum juga memanfaatkan potensi ini dan mampu mengembangkannya. Kerugian pun membengkak menjadi US$ 20 juta per tahun, dan akhirnya partner Lippo di Natrindo, Hutchison memutuskan untuk melepas seluruh sahamnya pada 2004.Pada akhirnya, Lippo memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan konglomerat lain asal Malaysia, Ananda Krishnan yang kebetulan bermain di bisnis telekomunikasi.

    Perubahan kepemilikan

    Pada 22 Januari 2005, Grup Lippo menandatangani kesepakatan dengan perusahaan Krishnan, Maxis Communications untuk menjual 51% saham Lippo Telecom kepada Maxis. Transaksi ini melibatkan anak perusahaan kedua pihak dimana Lippo lewat PT Aneka Tirta Nusa dan Maxis lewat Asia Communications BV, serta memakan biaya US$ 100 juta. Menurut pemimpin Lippo, James Riady, alasannya berkongsi dengan Krishnan adalah karena kedua perusahaan sama-sama bermain di komunikasi dan multimedia. Lalu James juga menyatakan bahwa Maxis berjanji untuk menginvestasikan dana dengan total US$ 250 juta di sektor komunikasi dalam perusahaan patungan mereka, Lippo Telecom. Selain itu, keduanya akan mempersiapkan rencana untuk melakukan penawaran umum perdana Natrindo dalam waktu dua tahun di bursa saham. Untuk biaya pengembangannya, keduanya akan menanggungnya secara bersama.

    Bagaimanapun, bisnis patungan Lippo-Maxis ini hingga 2007 masih belum menunjukkan tanda-tanda pengembangan. Awalnya, di akhir 2005, pihak Lippo Telecom sempat berencana untuk mengoperasikan layanan 3G dan meluaskan jaringan 2G yang sudah dioperasikan ke seluruh Indonesia. Bahkan pada awal 2006 pihak Natrindo sudah menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan senilai US$ 200 juta. Namun, tampaknya rencana ini diundur lagi, dan kemudian pada akhir 2006, Natrindo sempat berencana untuk mengoperasikan 3G yang sudah didapatkan izinnya dan telah lulus uji laik operasi untuk 3G dan 2G bersistem UMTS.Jaringan ini pertama kali dioperasikan di Surabaya dan Bandung, dan manajemen berencana untuk segera meluncurkan layanan barunya ini segera dan memperluas operasinya. Kemudian, pihak Natrindo berjanji lagi untuk memulai pelayanannya pada 28 Februari 2007, setelah mereka membangun BTS-nya (yang diperkirakan mencapai 600 buah) di Jakarta. Untuk membangun jaringan ini, Natrindo menggandeng Ericsson dan menyiapkan dana US$ 1,3 miliar. Sejumlah BTS-nya direncanakan dibangun di jalan tol dan Lippo Telecom diharapkan mampu menggaet 5 juta pelanggan dalam 3 tahun

    Namun kemudian tampak rencana itu ditunda lagi dan sampai 2007, Lippo Telecom hanya menggaet 12.000 pelanggan di Bandung dan Surabaya. Akibat tindakan Lippo Telecom yang mengulur-ulur peluncurannya dan tampak tidak serius beroperasi di 3G, pada Juni 2007 BRTI sempat merencanakan untuk mencabut operasional perusahaan ini, dan BRTI memberi waktu 6 bulan agar Natrindo segera menyelesaikan kewajibannya. Namun, kemudian di tahun 2007 juga Natrindo mengalami perubahan kepemilikan kembali dengan Lippo menjual 44% sahamnya (dari anak usaha perusahaan afiliasinya, PT Aneka Tirta Nusa bernama Penta Investment BV) ke anak usaha Maxis lain, Althem BV dengan harga US$ 123,92 juta. Penjualan yang berlangsung pada 25 April 2007 ini mengakibatkan saham Lippo menjadi hanya tersisa sangat sedikit sedangkan 95% dikuasai oleh Maxis Telecom. (Sebenarnya, anak usaha Maxis lain bernama Teleglobal Investments BV juga memiliki hak untuk membeli 5% saham sisa Lippo, tetapi tampaknya tidak dilakukan). Penjualan ini sempat menuai kontroversi karena dituduh jual-beli lisensi (walaupun Menkominfo saat itu Sofyan Djalil tidak menolaknya) dan awalnya Maxis sempat menyampaikan akan mencari partner lokal lain. Sebelum transaksi ini dilakukan, sebenarnya merk Lippo Telecom sejak Februari 2007 sudah berganti nama menjadi NTS, singkatan dari Natrindo Telepon Seluler.

    Sebenarnya, Maxis tidak ingin merengkuh saham Natrindo secara mutlak dalam waktu lama pasca-akuisisi 44% saham tersebut, bahkan pada Mei 2007 Maxis sudah berencana untuk melepas saham mayoritas perusahaan tersebut.Pada 26 Juni 2007, Maxis berhasil menjalin kesepakatan dengan Saudi Telecom Company (STC), sebuah perusahaan telekomunikasi besar Arab Saudi untuk menjual 51% sahamnya di Natrindo senilai US$ 3,05 miliar. Menurut STC, transaksi ini dilakukan seiring upaya mereka untuk memperluas operasinya di berbagai negara Asia. Setelah transaksi ini, 51% saham dikuasai STC, 44% oleh Maxis dan sisanya oleh pihak lain. Akuisisi ini dilakukan dengan menjual perusahaan Maxis yang memegang saham di Natrindo, Teleglobal Investments BV kepada STC. (Transaksi Maxis dan STC ini jelas memakan biaya yang berkali-kali lipat lebih besar daripada saat Lippo menjual Natrindo pada Maxis beberapa tahun lalu, sehingga konon Lippo berang atas “kecerdikan” perusahaan Krishnan ini. Akibatnya, keduanya terlibat konflik senilai US$ 250 juta yang pada akhirnya berakibat pada hancurnya kerjasama mereka di TV kabel Astro Nusantara yang dimiliki juga sebagian oleh perusahaan Krishnan lain, Astro. Konflik ini melibatkan berbagai laporan ke polisi dan gugatan di berbagai pengadilan dalam dan luar negeri). Setelah proses akuisisi itu, Natrindo makin memantapkan niatnya untuk segera memulai operasinya, di akhir 2007. Sebelum berubah menjadi AXIS, pelanggan NTS terakhir tercatat sebanyak 20.000 pelanggan dan beroperasi di Bandung serta Surabaya

    Peluncuran AXIS

    Pada akhirnya, di tanggal 27 Februari 2008, Natrindo resmi mengganti merek NTS dengan AXIS dengan wilayah layanan awal di Jawa Timur (yang sebelumnya sudah dilayani oleh Lippo Telecom). Secara rinci, wilayah tersebut adalah Surabaya, Mojokerto, Lamongan, Magetan, Madiun, Nganjuk, Malang dan Kota Batu, dilayani dengan 300 BTS. Untuk memperluas operasinya yang ditargetkan mencapai seluruh Jawa Timur pada akhir 2008, Axis merencanakan menambah 1.000 BTS hingga akhir tahun. Perluasan akan dilakukan ke beberapa kota seperti Trenggalek dan Jember, dengan memakan biaya US$ 500 juta. Demi menarik pelanggan, AXIS pada saat itu menawarkan telepon dengan harga murah dan sudah membangun “AXIS Center” di beberapa wilayah Malang dan Surabaya.

    Seiring dengan rencana juga untuk beroperasi secara nasional dengan wilayah awal di Sumatera Utara, Jawa, Bali dan Lombok, jumlah BTS yang dibangun direncanakan bertambah menjadi 3.700 dengan biaya US$ 1 miliar. AXIS juga menjalin kerjasama menara telekomunikasi dengan XL Axiata demi jaringannya, serta telah menggandeng Huawei dan Ericsson untuk membangun jaringannya lewat kerjasama 50-50. Di akhir Maret 2008, operasional AXIS kemudian juga diperluas ke Bandung (wilayah layanan Lippo Telecom sebelumnya), Cimahi, Garut, Subang, Purwakarta dan Cianjur dengan 200 BTS. Di Jabodetabek, persiapan juga sudah mulai dilakukan dengan menyiapkan 700 BTS.

    Pada saat itu, AXIS belum meluncurkan layanannya secara nasional walaupun sudah ada izinnya, sehingga pada Maret 2008 sempat muncul desakan untuk mencabut izin perusahaan ini. Namun, akhirnya polemik itu dapat diatasi setelah pada 23 April 2008, AXIS resmi diluncurkan untuk beroperasi secara nasional, dengan dimulai dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jabodetabek. Selanjutnya, operasi direncanakan diperluas ke wilayah Indonesia, yaitu di Sumatera Utara pada Mei 2008 dengan 400 BTS, Jawa Tengah pada Juni 2008 dengan 250 BTS, dan Bali-Lombok pada Juli 2008 dengan 120 BTS. Targetnya, adalah 2 juta pelanggan di akhir tahun, 10% pangsa pasar dalam 3 tahun dan operasionalnya sudah menasional pada akhir 2009.

    Namun, baru mulai beroperasi, pada bulan Mei 2008 AXIS sempat tersandung isu satanisme karena menggunakan angka yang mirip dengan 666 (Rp 60/SMS, Rp 60/menit nelpon sesama AXIS, Rp 600/menit nelpon ke operator lain) dalam iklannya. Rumor yang banyak menyebar di kalangan Kristen ini dibantah oleh manajemen AXIS hanya sebagai miskonsepsi. Juga sempat ada rumor bahwa pemegang saham utama AXIS, STC sempat berencana untuk menjual 20% sahamnya di AXIS pada pihak lain, meskipun akhirnya dibantah oleh AXIS.Terlepas dari hal tersebut, pada akhir 2008 wilayah layanan AXIS sudah menyebar ke wilayah yang ditargetkan sebelumnya, ditambah Banten dan Riau. Manajemen menargetkan pada 2009 sudah memiliki 6.000 BTS, dan pemerintah meminta AXIS jika berkomitmen ingin bermain dalam industri ini harus sudah punya 10.000 BTS pada akhir 2010.

    Di awal 2009, tercatat pengguna AXIS sudah menjadi 3,5 juta orang dengan mayoritas adalah kaum pemuda. Tahun 2009 juga direncanakan AXIS akan memperluas jaringannya ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung. Dalam membantu penjualannya, telah disiapkan 1 juta kartu perdana baru dan layanan kerjasama dengan sejumlah bank. Kerjasama juga dilakukan misalnya dengan meluncurkan telepon seluler jenis feature phone (seperti untuk pelajar dan merek AXIS Hoki) maupun smartphone seperti BlackBerry. Akhir Juli 2009, sudah ada 4.700 BTS dan 192 kota di jaringan AXIS, dan di beberapa wilayah seperti Jawa Timur sudah 85% tercover. Lalu pada 2010, layanan juga diperluas ke Sulawesi seperti di Makassar dan Kalimantan seperti di Pontianak. Pada Juli 2010 pengguna AXIS mencapai 6,5 juta. Promosi seperti SMS dan internet juga ditawarkan, dan di tahun 2010, pasar AXIS difokuskan ke Sumatera dengan penawaran harga jasa yang murah dibanding operator lain. Fokus AXIS pada saat itu adalah lebih ke jasa telepon dan SMS, bukan data internet dan oleh karena itu, manajemen berusaha meningkatkan layanannya untuk telepon, terutama dari luar negeri seperti Malaysia dan Arab Saudi.

    Pada 2011, AXIS sudah melayani 11 juta pelanggan dan beroperasi di 400 kota di seluruh Indonesia, yang membuatnya diklaim sebagai operator terbesar keempat di Indonesia dalam hal luas wilayah jangkauan. Selain untuk konsumer, di Maret 2011 AXIS juga menjalin kerjasama dengan Artatel dalam meluncurkan produk khusus korporasi.Di tanggal 15 Maret 2011, STC (lewat Teleglobal) menaikkan kepemilikan sahamnya menjadi 80,1%, sedangkan sisa 14,9% sahamnya masih dipegang oleh Maxis (lewat Althem) dan 5%-nya lagi oleh perusahaan lokal Indonesia bernama Harmersha Investindo (yang kurang jelas siapa pemiliknya). STC juga berencana untuk memberikan dana lebih dari US$ 300 juta untuk pengembangan AXIS, setelah pengendalian perusahaan kini beralih sepenuhnya kepadanya. STC awalnya juga merencanakan di waktu mendatang akan meningkatkan sahamnya lagi dengan membeli sisa saham Maxis.Seiring dengan perkembangan perubahan kepemilikan ini, pada 7 Juni 2011 nama perusahaan berubah dari PT Natrindo Telepon Seluler menjadi PT Axis Telekom Indonesia.

    Di tahun 2012, AXIS tetap melakukan pemasaran produk-produknya yang diklaim lebih murah. Pada Februari 2012, misalnya diluncurkan program “Makin Dekat Dengan Rakyat”dan pada Maret 2012 AXIS membagikan jutaan kartu perdana secara gratis.Lalu, sebuah paket bernama “Super Hemat” diluncurkan pada Mei 2012,dan paket internet-SMS 1500 diluncurkan pada Juni 2012. Pada Agustus 2012, diluncurkan layanan Voice Morphing yang mampu mengubah suara pelanggan dan pada Desember 2012 diluncurkan fitur “Pinjam Pulsa” (yang diklaim pertama di Indonesia) sehingga pelanggannya mampu meminjam pulsa senilai Rp 2.000. Di tahun ini, pihak AXIS tetap berusaha agresif, dengan menargetkan menambah 5 juta pelanggan (30%) dan membangun 5.000 BTS dalam beberapa tahun kedepan. Pemasaran dan ekspansi produk ini terus dilakukan pada 2013 seperti meluncurkan BlackBerry 10, meluncurkan pembayaran sistem digital, serta mengeluarkan beberapa kampanye program seperti “Pasti Plus” pada akhir Januari 2013  dan program “Semuanya Unlimited” pada Agustus 2013. Mulai akhir Mei 2013 juga, AXIS melakukan perpindahan frekuensi 3G 2100 MHz-nya ke blok 11-12 dari sebelumnya 2-3

     

    Akuisisi dan merger oleh XL Axiata

    Walaupun AXIS bertumbuh dengan cepat dari hanya puluhan ribu pelanggan pada 2008 menjadi 16,8 juta pada 2011, namun bisa dikatakan bahwa usaha STC ini memang sulit untuk menembus persaingan pasar di Indonesia yang ketat. Seiring waktu, pada 2013 pengguna AXIS sudah menurun menjadi 13,3 juta, berada di posisi kelima dari 7 operator besar yang ada. Meskipun AXIS pendapatannya meningkat, tetapi bagi STC, investasinya ini justru membawa kerugian dimana pada semester I 2013 mencapai Rp 1,6 triliun (SAR 604 juta). Rugi tersebut banyak disebabkan oleh penurunan kurs mata uang di pasar

    Dengan kondisi tersebut, maka pada 30 Juni 2013, STC mengumumkan bahwa mereka hendak menjual kepemilikan sebesar 80,1% mereka di AXIS kepada pihak lain. Pada Mei 2013, sebuah sumber anonim menyatakan bahwa XL Axiata telah berminat untuk mengakuisisi perusahaan ini, walaupun belum terbukti.Namun, memasuki Juni, rumor ini semakin berhembus kencang dengan adanya pemberitaan di media dan konfirmasi Kemenkominfo Yang tampaknya hendak memberikan lampu hijau untuk akuisisi ini. Kuatnya indikasi merger ini, misalnya dilatarbelakangi oleh kedua pihak yang sudah melakukan kerjasama seperti jaringan dan roaming sejak beberapa tahun sebelumnya, dari saat AXIS beroperasi.

    Rumor ini akhirnya terkonfirmasi lewat perjanjian jual-beli bersyarat atau conditional sales purchase agreement, yang dilakukan pada 26 Desember 2013. Dalam perjanjian jual-beli ini, STC dan Maxis lewat anak usahanya, Teleglobal BV dan Althem BV akan menjual seluruh kepemilikan sahamnya (95%) kepada XL Axiata. XL Axiata akan mengeluarkan kocek senilai US$ 865 juta, yang digunakan untuk membayar saham dan hutang AXIS. Kondisi AXIS dalam akuisisi ini adalah akan bersih dari utang dan posisi kas nol (cash free and debt free). Menurut Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi, akuisisi ini dilakukan dalam rangka konsolidasi industri telekomunikasi, mampu memperkuat kinerja XL dan mengatasi masalah yang dihadapi XL. Pada saat itu, XL sedang menghadapi masalah di tengah transisi pasar yang berpindah dari jasa telepon/SMS ke layanan internet data yang memakan kapasitas besar, sehingga diharapkan XL dengan akuisisi ini bisa menambah frekuensinya. Selain itu, akuisisi ini juga dilatarbelakangi beberapa hal seperti permasalahan hutang AXIS. Pada semester I 2013, hutang AXIS mencapai Rp 11 triliun, dan menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, AXIS bermasalah karena tidak mampu membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi mereka senilai Rp 1 triliun. Pada saat itu, Tifatul sempat berusaha membantu dengan menyarankan Telkomsel untuk membeli AXIS, tetapi Telkomsel menolak karena biaya awalnya Rp 17 triliun dianggap terlalu mahal. Jadilah XL yang menjadi pembeli AXIS, tetapi dengan harga lebih rendah dari taksiran awal US$ 880 juta.

    Dalam transaksi dimana Merrill Lynch (Singapore) Pte. Ltd. (Bank of America Merrill Lynch) bertindak sebagai penasihat keuangan dari XL ini, XL mendapatkan dananya dari pinjaman beberapa pihak, yaitu dari induknya, Axiata senilai US$ 500 juta ditambah sisanya dari pinjaman bank asing yaitu UOB, Bank of Tokyo-Mitsubishi, dan DBS. Sebelumnya, pihak XL juga sempat merencanakan menerbitkan obligasi, melakukan rights issue dan berbagai tindakan lainnya untuk mendapatkan pendanaan dalam proses akuisisi. Transaksi ini rupanya mendapatkan “lampu hijau” dan persetujuan dari berbagai pihak, seperti Kemenkominfo, KPPU, RUPSLB pada Februari 2014 dan juga dari pasar saham sehingga berjalan dengan cukup baik. Syaratnya, awalnya XL harus mengembalikan sejumlah frekuensi pada negara, dan masalah frekuensi ini sempat menimbulkan polemik di Kemenko Perekonomian dan Komisi I DPR. Namun akhirnya pemerintah sepakat hanya frekuensi 2100 MHz yang dikembalikan ke pemerintah untuk nantinya dilelang. (Walaupun demikian, BRTI berpendapat pengembalian ini tidak perlu dilakukan karena tidak ada aturan yang memerintahkan hal itu).

    Seiring waktu, kemudian pada tanggal 20 Maret 2014, XL telah menyelesaikan kesepakatan akuisisi dengan penandatangan dokumen penyelesaian transaksi pada tanggal 19 Maret 2014 antara XL dan STC. Dengan selesainya transaksi ini, maka XL telah secara resmi menjadi pemegang saham mayoritas (95%) di AXIS. Seiring transaksi ini, juga ada perpindahan pemegang saham minoritas (5%) dari PT Harmersha Investindo yang dijual pada PT Pesona Nuansa Abadi dengan harga US$ 5, seiring dengan keuangan AXIS yang buruk (rugi Rp 7,31 T pada 2014). Dari US$ 865 juta yang digunakan dalam akuisisi, US$ 100 dibayar pada Teleglobal BV dan sisanya untuk membayar hutang dan kewajiban AXIS.

    Proses akuisisi ini rupanya tidak berakhir dengan kepemilikan saham mayoritas XL atas PT Axis Telekom, melainkan juga merger antara keduanya. Dalam proses merger ini, yang sudah disepakati sejak awal dan disetujui dalam RUPSLB XL Februari 2014, penggabungan usaha awalnya direncanakan terjadi pada 28 Februari 2014. Dalam merger ini, XL akan memiliki 65 juta pelanggan dan 21% pangsa pasar, sedangkan merek AXIS tetap dipertahankan sebagai brand XL Axiata. Setelah sempat tertunda, akhirnya pada 8 April 2014 keduanya resmi merger setelah menandatangani perjanjian penggabungan. Pemegang saham yang tersisa (5%) di AXIS, yaitu PT Pesona Nuansa Abadi, kemudian menjual sahamnya ke XL dalam proses merger ini sehingga dalam “detik-detik merger” ini kepemilikan XL atas PT Axis Telekom sudah mencapai 100%. Merger ini menghasilkan XL Axiata sebagai surviving company, sedangkan PT Axis Telekom adalah perusahaan yang melebur. Setelah penggabungan usaha ini, kedua perusahaan tersebut melakukan integrasi di segala bidang, termasuk integrasi jaringan, pelanggan, sistem tarif, hingga sumber daya karyawan. Integrasi akan dipimpin oleh Ongki Kurniawan, Chief Service Management Officer XL. Setelah integrasi selesai, tongkat kepemimpinan akan kembali ke Hasnul.

    Wajah baru AXIS

    Pada tanggal 30 Maret 2015, AXIS kembali hadir dengan wajah baru setelah bergabung dengan XL. Kini, merek layanan yang identik dengan warna ungu itu menawarkan gaya hidup baru dalam menggunakan layanan telekomunikasi melalui penyediaan layanan yang simpel, terutama untuk sekadar menelpon, SMS, dan data/internet sesuai kebutuhan dengan tarif irit. Pengenalan kembali AXIS kali ini ditandai dengan peluncuran program gaya hidup “Iritology” yakni penawaran layanan Ngobrol Irit, Ngenet Irit, Awet Irit, Axis Hura-Hura (hanya ada di Sumatera saja, diluncurkan bulan September 2016).

    Dian Siswarini mengatakan, “Peluncuran kembali merek AXIS ini adalah tindak lanjut dari proses merger dan akuisisi sebelumnya. Keputusan mempertahankan merek AXIS adalah untuk memberikan layanan yang lengkap kepada pelanggan, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. AXIS dan XL akan saling melengkapi satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Nah, untuk AXIS baru ini, kami mengenalkan konsep Iritologi yakni gaya hidup menggunakan layanan telekomunikasi yang simple sesuai kebutuhan dengan tarif irit.”

    Pada tanggal 14 November 2023, XL Axiata memperkenalkan layanan migrasi operator seluler AXIS ke layanan operator seluler XL melalui aplikasi myXL dan AXISnet, hal ini tidak menghilangkan nomor ponsel AXIS dan paket sebelumnya.

    Slogan

    Sebagai Lippo Telecom

    • Lippo Untuk Semua (2001-2002)
    • No.1 Internetnya (2002-2005, 2007)
    • Lebih Hidup Bersama Lippo Telecom (2005-2007)

    Sebagai NTS

    • Telepon Untuk Satu (2007-Februari 2008)

    Sebagai AXIS

    • Axis Telepon No.1 (2008)
    • GSM Yang Baik (2008-2014)
    • Semakin Bisa (2014-2015)
    • Irit Itu Axis (2015-2019)
    • #Kenapa Nggak (2019-2023)
    • #EmangKitaBeda (2023-sekarang)TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK : PANGLIMA79
  • Provider yang wajib diperhitungkan dari indonesia “INDOSAT”

    Provider yang wajib diperhitungkan dari indonesia “INDOSAT”

    Indosat Ooredoo Hutchison (atau Indosat) adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia. Perusahaan ini menawarkan layanan komunikasi untuk pengguna telepon genggam dengan pilihan prabayar maupun pascabayar dengan merek IM3 dan 3, ditambah jasa-jasa lainnya seperti saluran internet melalui media serat optik dengan merek Indosat HiFi; saluran komunikasi via suara untuk telepon tetap, termasuk sambungan langsung internasional; serta layanan multimedia dan komunikasi data

    Sejarah

    Pendirian dan perkembangan awal

    Indosat (singkatan dari Indonesian Satellite Corporation, dalam Bahasa Indonesia artinya Perusahaan Satelit Indonesia) didirikan pada 10 November 1967 sebagai salah satu perusahaan penanaman modal asing (PMA) pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telekomunikasi internasional melalui satelit internasional Intelsat. Kelahirannya terjadi saat pemerintah hendak menerapkan teknologi komunikasi satelit di Indonesia, namun terkendala biaya sehingga memberikan kesempatan pengembangannya pada pihak swasta

    Datanglah kemudian International Telephone & Telegraph (ITT), sebuah perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat yang menawarkan pengerjaan proyek tersebut. Kesepakatan ITT dan pemerintah RI kemudian ditandatangani pada 9 Juni 1967, yang berisi perjanjian bahwa perusahaan tersebut akan membangun stasiun bumi. Ketika selesai dibangun, infrastrukturnya akan diserahkan kepada negara, namun ITU akan tetap mengoperasikannya dengan menyewanya dari pemerintah selama 20 tahun dan bekerjasama dengan PN Telekomunikasi. Selanjutnya, pembangunan stasiun bumi tersebut dimulai sejak Agustus 1968 dan diresmikan pada 29 September 1969 yang dikenal sebagai Stasiun Bumi Jatiluhur.

    Adapun ITT menguasai Indosat lewat anak usahanya American Cable & Radio Corporation (ACR), dengan modal awal sebesar US$ 6 juta. Meskipun demikian, 50% pendapatan bersihnya per tahun diberikan ke pemerintah RI. Dengan kehadiran Indosat, lalu lintas telekomunikasi internasional dari dan ke Indonesia naik pesat, baik dalam jasa telepon maupun teleks, yang ikut membuat pendapatannya naik 33% per tahun dari 1969 hingga 1979. Namun, pemerintah kemudian mulai tidak puas pada kesepakatannya dengan ITT, khususnya melihat posisi Perumtel (d/h PN Telekomunikasi) yang dirasa tidak mendapatkan keuntungan apa-apa walaupun Indosat menggunakan infrastrukturnya. Melalui sejumlah perundingan di tahun 1974 dan 1978, dicapai kesepakatan antara Perumtel dan Indosat, dimana sekitar 15% pendapatan Indosat dalam jasa telepon internasional dan pengoperasian kabel laut akan diberikan pada Perumtel.

    Masalah lain pun muncul ketika di bulan Maret 1979, pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati pembangunan jalur kabel bawah laut Pulau Pinang-Medan, namun Indosat menolak ikut dalam proyeknya karena dianggap tidak menguntungkan. Presiden Soeharto pun kecewa mendengar penolakan tersebut. Belum lagi suara-suara yang merasa bahwa sudah saatnya sarana komunikasi satelit dikelola oleh putra-putri bangsa, bukannya investor asing. Hal tersebut membuat pemerintah RI mulai merencanakan untuk mengambil alih Indosat dari tangan ITT.

    Sempat ada usulan untuk menasionalisasi Indosat tanpa ganti rugi atau memberikan hukuman tegas pada ITT atau Indosat atas penolakannya. Namun kemudian salah satu menteri, J.B. Sumarlin, menyarankan agar pemerintah membeli seluruh saham ITT/ACR di Indosat dengan baik-baik, dikarenakan pemerintah sedang mendapatkan keuntungan dari boom minyak 1979, ditambah keinginan agar tidak mengganggu iklim investasi. Soeharto pun setuju dan membentuk “tim akuisisi” yang diketuai Sumarlin. Adapun negosiasi antara IT dan pemerintah RI dimulai sejak September 1980, dengan target sebelum 31 Desember 1980 100% saham Indosat sudah beralih ke tangan negara. Perundingan alot pun terjadi, dengan ITT menawarkan harga akuisisi sebesar US$ 72,6 juta, sedangkan pemerintah hanya bersedia mengeluarkan US$ 30 juta

    Nasionalisasi dan perkembangan hingga 2000

    Akhirnya, pada 20 November 1980, pemerintah RI dan ITT menyepakati kontrak pembelian 100% saham senilai US$ 43,8 juta, dengan memperhitungkan seluruh aset dan nilai kontrak keduanya dari 1969 hingga 1989. Awalnya ditargetkan pelunasannya akan diselesaikan di tanggal 15 Januari 1981, namun pemerintah memutuskan melakukannya lebih awal, yaitu pada 30 Desember 1980. Penuntasan transaksi tersebut menjadikan sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi internasional pertama yang dibeli dan dimiliki 100% sahamnya oleh Pemerintah Indonesia. Setelah akuisisi tersebut, ditetapkan sebagai perusahaan tunggal yang memonopoli komunikasi internasional, berdampingan dengan Perumtel yang memonopoli komunikasi domestik. Indosat pun “berganti baju”, dari PMA menjadi BUMN persero sesuai Peraturan Pemerintah No. 52 dan No. 53/1980.

    Dalam menjalankan monopoli komunikasi internasional itu, menjalankan sejumlah usaha seperti menyediakan jasa telepon internasional; teleks internasional; telegram internasional; televisi internasional; Sambungan Langsung Internasional (yang kemudian menjadi produk utamanya); biro faks internasional (kerjasama dengan PN Pos dan Giro); Sambungan Komunikasi Data Paket Internasional (kerjasama dengan Perumtel); stasiun pengendali dan penguji komunikasi satelit dengan satelit Intelsat; transmisi digital TDMA; pengelolaan dan pembangunan Sentral Gerbang Internasional; transmisi satelit Intelsat dan Inmarsat; pengelolaan dan pembangunan komunikasi kabel laut; perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan penyediaan sarana telekomunikasi umum; pengelolaan satelit internasional; dan layanan telekomunikasi lainnya. Indosat juga aktif sebagai salah satu anggota Inmarsat, Intelsat dan Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU).Untuk memfokuskan bisnisnya, di tahun 1982 pemerintah menata ulang kepemilikan dan pengelolaan sejumlah aset telekomunikasi (baik yang dimiliki secara langsung atau lewat BUMN), dengan yang ditujukan untuk komunikasi dalam negeri dialihkan ke Perumtel dan untuk komunikasi internasional dialihkan ke Indosat. Aset tersebut seperti jaringan komunikasi, hak kepemilikan pada jalur kabel komunikasi bawah laut, dan fasilitas lainnya. Indosat juga mengembangkan sarana Sentral Gerbang Internasional di beberapa tempat, yaitu di Medan (1985), Batam (1992) dan Surabaya (1995), yang menjadi tempat masuknya arus komunikasi internasional (baik lewat satelit, gelombang mikro dan kabel bawah laut) ke dalam negeri. Memasuki tahun 1999, Indosat menghubungkan Indonesia dengan 257 lokasi di seluruh dunia, kapasitas komunikasinya mencapai 624,1 Mbps, lalu lintas komunikasi telepon mencapai 644,7 juta menit, dan sistem transmisi serta switching-nya sudah menggunakan teknologi digital.

    Pada 19-20 Oktober 1994, Indosat menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek New York,dengan kepemilikan Pemerintah Indonesia menjadi 65% dan publik 35%. Sekitar 25% saham dilepas di NYSE, sedangkan 10%-nya dilepas di BEJ dan BES. Pemerintah mendapatkan US$ 1,1 miliar dari transaksi ini. Adapun rencana IPO tersebut sebelumnya telah dicanangkan sejak 1993, dengan awalnya hanya direncanakan akan dilepas di NYSE, sebagai cerminan status Indosat yang menjadi gerbang komunikasi Indonesia dengan dunia internasional. Dengan IPO ini, Indosat menjadi BUMN sekaligus perusahaan Indonesia pertama yang mencatatkan sahamnya di luar negeri

     

    Restrukturisasi, privatisasi dan perubahan kepemilikan

    Pada 2000-2002, mengambil alih saham mayoritas PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) serta mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (Indosat-M3 – pelopor jaringan GPRS dan layanan multimedia) dan PT Indosat Mega Media (IndosatM2 – bergerak di bidang penyedia jasa internet dan televisi berlangganan). Hal ini dilakukan demi menghadapi liberalisasi industri telekomunikasi, yang membuat tidak boleh sekadar menjadi pemain utama (atau memonopoli) jasa komunikasi internasional seperti sebelumnya. Sebagai gantinya, Indosat kini harus menjadi penyedia bisnis telekomunikasi yang lengkap dan terintegrasi dalam waktu lima tahun. Demi mencapai hal tersebut, memiliki strategi 4 in 1, yang memfokuskan bisnisnya pada pengelolaan jaringan, operator seluler, layanan internet, dan layanan multimedia. Selain tiga perusahaan diatas, Indosat masih memiliki 17 anak usaha lain saat itu.

    Penghapusan monopoli Indosat dalam komunikasi luar negeri (dan Telkom dalam komunikasi domestik) merupakan amanat dari UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi yang lebih mendukung pasar bebas. Pada 1 Agustus 2002, Indosat resmi mendapat izin untuk mengembangkan layanan telepon tetapnya sendiri, seiring dengan penghapusan monopoli Telkom di tanggal 31 Juli 2002. Setahun kemudian, pada 1 Agustus 2003, monopoli Telkom dalam layanan SLJJ (dan Indosat dalam layanan SLI) dihapus,yang disusul pemberian izin SLJJ bagi Indosat (dengan nomor 011) pada Juli 2004. Sebagai kompensasi bagi penghentian dini monopoli telekomunikasi internasionalnya yang awalnya direncanakan pada 2004, Indosat mendapat lisensi GSM 1800 pada 14 Agustus 2000 (yang kemudian jaringannya dioperasikan oleh Indosat-M3), ditambah hak SLJJ dan telepon tetap diatas.Penghapusan monopoli tersebut juga diiringi kesepakatan bernilai US$ 1,5 miliar pada 15 Februari 2001 yang menghapus kepemilikan bersama/silang Telkom dan di sejumlah perusahaan. Indosat menjual 35% sahamnya di Telkomsel senilai US$ 945 juta, sedangkan Telkom menjual sahamnya di Lintasarta sebesar 37,66% senilai US$ 38 juta, mengalihkan haknya di kerjasama operasional Divre (Divisi Regional) IV Jateng/DIY senilai US$ 375 juta, serta menjual 22,5% sahamnya di Satelindo senilai US$ 186 juta kepada Indosat.Pemerintah kemudian menetapkan Indosat dan Telkom sebagai pelaku duopoli dalam pelayanan telekomunikasi tetap dalam negeri, sebagai langkah awal membangun iklim usaha yang kompetitif.

    Dalam periode yang sama, pemerintah melepas mayoritas sahamnya di Indosat, dimulai dari 8,1% pada 16 Mei 2002 dengan harga Rp 1,1 triliun. Tidak sampai disitu, pemerintah kemudian membuka tender untuk menjual 41,94% sahamnya di BUMN ini. Sejumlah investor pun mendaftarkan diri, seperti Telekom Malaysia (TM), Singapore Technologies Telemedia (STT, dimiliki oleh perusahaan investasi pemerintah Singapura Temasek Holdings), Desa Mahir Sdn. Bhd., Essar Tele Holdings Ltd. (perusahaan telekomunikasi India), AcrossAsia Multimedia Ltd. (perusahaan patungan Lippo-Hutchison), dan Gilbert Global Equity Capital Asia. Setelah melalui dua kali pembicaraan dan seleksi, akhirnya hanya tersisa STT dan TM sebagai calon pembeli Indosat.

    Akhirnya, pada 15 Desember 2002, STT terpilih sebagai pemenang divestasi tersebut, dengan total penjualan Rp 5,62 triliun (434 juta saham, Rp 12.950/lembar). STT mengakuisisi saham pemerintah di Indosat lewat anak usahanya, Indonesia Communications Limited (ICLM). Perusahaan Singapura tersebut terpilih karena menawarkan harga pembelian yang lebih tinggi, dan sudah melunasi biaya pembeliannya pada 20 November 2003.Dengan penjualan tersebut, saham pemerintah di Indosat tersisa 14,96%, sehingga statusnya kembali menjadi PMA sejak 7 Februari 2003. Hingga kini, transaksi tersebut masih dianggap kesalahan besar dan ditolak banyak pihak, karena sejumlah hal seperti angka penjualan yang terlalu murah dan adanya sarana komunikasi penting yang dikelola Indosat. Namun bagi pemerintah saat itu, divestasi terpaksa dilakukan demi mengatasi defisit keuangan negara. Sebenarnya, sempat muncul wacana pengakuisisian oleh Telkom atau merger keduanya,namun gagal. Hingga kini, topik tentang pengambilalihan kembali (buyback) ke tangan negara masih sering diperbincangkan, seperti dalam masa pemilihan umum.

    Pasca-akuisisi, STT memilih memfokuskan bisnis Indosat pada layanan telepon seluler, dengan target menjadi full network service provider (FNSP). Konsolidasi pun dilakukan, dengan menggabungkan layanan seluler, fixed dan MIDI ke dalam satu organisasi yang menghadirkan layanan komprehensif. Salah satu perwujudannya adalah lewat penggabungan dengan anak usahanya, yaitu PT Indosat-M3, PT Bimagraha Telekomindo dan PT Satelindo yang dimulai pada 20 November 2003 dan dituntaskan di tahun 2005.Produk-produk dari IM3 dan Satelindo kemudian dijadikan produk Indosat, dengan Mentari dan Matrix (eks-Satelindo) menjadi produk utama prabayar dan pascabayar; IM3 (eks-Indosat-M3) menjadi produk prabayar khusus anak muda; sedangkan untuk sambungan internasional, SLI-001 menjadi layanan utama dan SLI-008 (eks-Satelindo) ditujukan bagi pelanggan yang membutuhkan tarif terjangkau.

    Selain upaya konsolidasi, Indosat juga berusaha menciptakan kebijakan transformasi yang menyeluruh, meliputi sumber daya manusia, budaya dan nilai-nilai korporat, platform dan teknologi. Citra baru pun hadir dengan penggunaan logo “Techno Flower” pada 2 Februari 2005, sebagai simbol dari perusahaan yang maju, bersahabat, berkomitmen melayani dan dekat dengan pelanggan maupun stakeholders. Indosat kemudian juga mendapatkan lisensi jaringan 3G dan selanjutnya memperkenalkan layanan 3,5G di Jakarta dan Surabaya pada 29 November 2006, serta meluncurkan produk CDMA bernama StarOne. Program transformasi dan konsolidasi tersebut berhasil memperkuat posisi , dengan mencatatkan pendapatan Rp 10 triliun di tahun 2004, dan selanjutnya di tahun 2007 meraih hasil terbaik dalam kinerja, cakupan jaringan, inovasi dan pelayanan seperti meraih 24,5 juta pengguna jaringan seluler yang dilayani 10.760 BTS.

    Namun, masalah mengenai privatisasi Indosat tetap menjadi isu panas, yang mengarah ke sejumlah gugatan yang gagal. Lalu, masalah tersebut berbuntut ke tuduhan monopoli oleh Temasek, yang ikut memegang 35% saham Telkomsel lewat anak usahanya yang lain, Singtel. Akhirnya, setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki kasus tersebut, terbuktilah bahwa Temasek melakukan monopoli operator seluler lewat kedua anak perusahaannya sehingga mampu mengendalikan harga lewat putusan yang dibacakan pada 19 November 2007. Sebagai hukumannya, Temasek harus membayar denda dan melepas satu dari dua operator yang dimilikinya. Berusaha naik banding, perusahaan “Negeri Singa” tersebut kalah sampai ke MA.

    Akhirnya, pada 6 Juni 2008, STT memilih menjual 40,81% saham Indosat (secara tidak langsung, lewat Indonesia Communications Limited dan Indonesia Communication Pte. Ltd.) kepada perusahaan telekomunikasi Qatar, Qtel dengan total transaksi Rp 16,7 triliun. Disusul pada 20 Januari 2009, Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik dalam proses tender offer, sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65%. Sebenarnya, akuisisi tersebut masih menyisakan kontroversi, seperti Temasek dianggap “melangkahi” putusan pengadilan dan adanya aturan pembatasan kepemilikan asing 49% bagi perusahaan yang bergerak di bidang telepon tetap (Indosat memiliki PSTN dan FWA StarOne) yang sempat membuat isu bahwa wajib melepas layanan telepon tetapnya. Namun, kemudian pemerintah membolehkan akuisisi tersebut tanpa perlu melakukan spin-off. Pada tahun yang sama, Indosat memperoleh lisensi tambahan frekuensi 3G dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta memenangkan tender untuk lisensi WiMAX yang diadakan pemerintah.

    Perkembangan dibawah Ooredoo

    Setahun kemudian, melakukan transformasi kembali untuk menjadi perusahaan yang lebih fokus dan efisien dengan restrukturisasi organisasi, memodernisasi dan ekspansi jaringan seluler serta inisiatif untuk mencapai keunggulan operasional. Tercatat, di tahun 2011, Indosat menguasai 21% pangsa pasar.  Dua tahun berikutnya (2013), memiliki 58,5 juta pelanggan,yang menjadi 54,9 juta di tahun 2014, dan 68,5 juta di tahun 2015 (naik 24,7%).Di tanggal 16 Mei 2013, resmi menghentikan perdagangan sahamnya di NYSE, setelah diundur sejak 2009. Delisting tersebut dikarenakan performa harga sahamnya di bursa efek tersebut yang terus menurun, dan membuat saham Indosat hanya diperdagangkan di BEI sampai saat ini. Namun, pada tahun yang sama, Indosat tetap berekspansi, seperti dengan mengadakan komersialisasi jaringan 3G di frekuensi 900 MHz, yang disusul hal serupa pada layanan 4G di 900 MHz dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa kota besar di Indonesia.

    Pada tanggal 19 November 2015, berganti nama dagang menjadi Indosat Ooredoo dan berdampak pada logo yang digunakan perusahaan tersebut. Hal ini seiring dengan perubahan nama pemegang saham utama dari Qtel menjadi Ooredoo sejak Februari 2013, yang dilanjutkan dengan penyeragaman nama pada anak-anak usahanya di sejumlah negara

    Merger menjadi IOH

    Memasuki periode 2010-an, seperti banyak operator seluler lainnya, mulai dihinggapi isu merger dan akuisisi, seperti dengan Smartfren dan XL Axiata; suatu isu yang dibenarkan oleh pimpinannya. Isu tersebut muncul di tengah penurunan penggunanya yang drastis (dari 110 juta menjadi 58 juta pada 2017-2018 akibat kebijakan wajib registrasi), munculnya “perang tarif” yang menggerogoti pendapatan perusahaan, belum lagi sempat merugi Rp 2,4 triliun di tahun 2018.Hal tersebut sempat membuat Indosat berencana terjun ke bisnis baru, seperti layanan hosting dan penyediaan piranti komputer, serta menerapkan strategi baru. kemudian juga gagal meluncurkan Satelit Nusantara Dua di tahun 2020, yang memaksanya melepas bisnis satelit eks-Satelindo tersebut karena dirasa tidak menguntungkan dan haknya sudah dialihkan ke Telkomsat. Tercatat, di tanggal 21 Oktober 2020, Indosat melepas 43,48% saham PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera kepada PT Pasifik Satelit Nusantara.

    Isu merger yang akhirnya terbukti adalah antara Tri (PT Hutchison 3 Indonesia) dan  Pada 29 Desember 2020, pemilik  Ooredoo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemilik Tri, CK Hutchison Holdings (CKHH) untuk menggabungkan perusahaan mereka.Setelah proses pengkajian yang berlarut-larut hingga waktu batasnya diundur beberapa kali (30 April 2021, 30 Juni 2021, 16 Agustus 2021, serta terakhir pada 23 September 2021), kedua induk perusahaan resmi mengumumkan kesepakatan merger mereka pada 16 September 2021. Dalam rancangan merger senilai US$ 6 miliar ini, Indosat akan menjadi perusahaan yang menerima penggabungan dari PT Hutchison 3 Indonesia, dengan namanya berganti menjadi Indosat Ooredoo Hutchison, dan Ooredoo maupun CKHH akan menjadi pemegang saham bersama mayoritas di perusahaan hasil merger sebesar 50-50%. Selain itu, Ooredoo Group dan CK Hutchison akan bersinergi membantu mengembangkan dalam hal infrastruktur, jaringan, teknologi, produk, serta layanan.

    Merger ini resmi dilakukan pada 4 Januari 2022 dan menghasilkan operator seluler terbesar kedua di Indonesia,dimana pada akhir 2022 mencapai 102,2 juta pengguna.Adapun komposisi kepemilikan pasca-merger terdiri dari Ooredoo Hutchison Asia Pte. Ltd. (perusahaan bersama Ooredoo dan Hutchison) 65,64%, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia 10,8%, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) 9,63%, dan masyarakat 14%.Saham pemerintah sebelumnya sudah dialihkan ke PPA pada April 2021 yang mulanya sebesar 14,29% dan terdilusi pasca-merger. Namun, pemerintah secara langsung masih memiliki saham dwiwarna seri A di Indosat, yang menandakan hak khusus dalam pengelolaan perusahaan. Kepemilikan saham lainnya yang berubah kemudian adalah dari PT Tiga Telekomunikasi Indonesia, perusahaan milik Trinugraha Thohir yang melepas sebagian sahamnya ke publik pada 22 September 2022, sehingga kepemilikannya di Indosat tersisa 8,33%.

    Pada tanggal 9 September 2022, Indosat Ooredoo Hutchison meluncurkan layanan internet dengan teknologi serat optik (FTTH/Fiber-to-the-Home) dengan merek Indosat HiFi yang mampu memberikan kecepatan hingga 100 Mbps tanpa kebijakan FUP (Fair Usage Policy). Hal ini dilakukan setelah IndosatM2 berhenti beroperasi selama hampir setahun, yang sebelumnya menyediakan layanan internet serat optik dengan merek Indosat GIG. Untuk memperluas bisnis “baru”-nya tersebut, pada November 2023 Indosat mengakuisisi 330.000 pelanggan MNC Play, yang menambahkan jumlah subscriber eksistingnya sebesar 20.000.

    Pasca-merger, Indosat Ooredoo Hutchison fokus melakukan integrasi jaringan dari bekas kedua perusahaan telekomunikasi tersebut yang ditargetkan rampung pada kuartal pertama tahun 2023.Melalui sebuah siaran pers, pada April 2023, Indosat Ooredoo Hutchison beserta Tri Indonesia menyatakan telah sukses melakukan integrasi jaringan. Selain itu, Indosat Ooredoo Hutchison juga melakukan proses pemadaman jaringan 3G atas perintah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) guna mengoptimalkan jaringan 4G dan 5G di Indonesia. Proses pemadaman jaringan 3G tersebut rampung pada tahun 2023

  • PROVIDER TERKENAL DI INDONESIA TELKOMSEL

    PROVIDER TERKENAL DI INDONESIA TELKOMSEL

    PT Telekomunikasi Selular atau biasa disingkat menjadi Telkomsel, adalah anak usaha Telkom Indonesia yang bergerak di bidang telekomunikasi bagi konsumen individu (hingga tahun 2023 hanya membidangi telekomunikasi seluler). Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2021, perusahaan ini memiliki 397 gerai GraPARI yang tersebar di seantero Indonesia.

    Perusahaan ini adalah operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, dengan mengoperasikan 236.000 unit BTS untuk melayani lebih dari 170 juta pelanggan, sehingga perusahaan ini menguasai hampir 60% pangsa pasar telekomunikasi seluler di Indonesia pada tahun 2020.Dengan capaian tersebut, perusahaan ini juga menjadi operator seluler terbesar keenam di dunia. Bekerja sama dengan 575 mitra roaming, layanan perusahaan ini kini dapat digunakan di 200 negara di seluruh dunia.

    Perusahaan ini beroperasi dengan menggunakan teknologi GSM, 4G LTE, dan 5G di frekuensi 900/1800 MHz, dan sebelumnya juga pernah mengoperasikan jaringan 3G hingga Mei 2023

    Sejarah

    Perusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1993 saat Telkom Indonesia menjajaki pengoperasian teknologi nirkabel GSM. Pada tanggal 1 Januari 1994, Telkom Indonesia berhasil menyelesaikan pembangunan infrastruktur GSM di Batam, Riau, yang kemudian diresmikan pada tanggal 2 September 1994 oleh Menristek B.J. Habibie. BTS yang melayani infrastruktur tersebut, yakni BTM 001, pun dianggap sebagai BTS Telkomsel pertama di Indonesia.

    Pada tahun 1995, perusahaan ini resmi didirikan sebagai sebuah usaha patungan (joint venture) antara Telkom Indonesia dan Indosat, dengan masing-masing memegang 51,03% dan 48,97% saham perusahaan ini. Nama perusahaan ini dicetuskan oleh Garuda Sugardo, salah satu petinggi Telkom Indonesia pada saat itu. Pendirian perusahaan ini sebenarnya murni gagasan dari Telkom Indonesia, tetapi karena GSM juga dapat digunakan untuk telekomunikasi internasional dan sebagai “pemanis” menjelang rencana IPO Telkom, Indosat akhirnya ikut dilibatkan dalam pendirian perusahaan ini.Adapun pembagian jumlah saham perusahaan ini yang dipegang oleh Telkom Indonesia dan Indosat baru dapat disepakati setelah negosiasi alot di antara keduanya. Pada tanggal pendiriannya, yakni tanggal 26 Mei 1995, perusahaan ini langsung meluncurkan produk pertamanya, yakni layanan pascabayar kartuHalo.

    Pada tahun 1996, untuk mengembangkan jaringannya, perusahaan ini memutuskan untuk menggandeng mitra strategis dan pemegang saham baru. Mitra strategis yang kemudian berminat adalah KPN, Telstra, dan Cable & Wireless. Mitra strategis yang akhirnya terpilih adalah KPN (melalui anak usahanya, PTT Telecom Netherlands) dengan total investasi sebesar US$ 352 juta dan tambahan US$ 29 juta yang digunakan untuk menguasai 17,28% saham perusahaan ini. Pada saat yang sama, PT Setdco Megacell Asia milik Setiawan Djody juga resmi memegang 5% saham perusahaan ini. Masuknya dua perusahaan tersebut pun menyebabkan kepemilikan saham Telkom dan Indosat di perusahaan ini masing-masing terdilusi menjadi 42,72% dan 35%. Pada tahun yang sama, perusahaan ini mulai menyediakan layanannya di Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar, setelah sebelumnya hanya di Batam dan Bintan saja. Pada tanggal 26 Mei 1996, perusahaan ini mulai menyediakan layanannya di Jakarta, dan pada tanggal 29 Desember 1996, perusahaan ini telah dapat menyediakan layanannya di semua provinsi di Indonesia. Hingga akhir tahun 1996, perusahaan ini telah memiliki 180.000 pelanggan, sehingga menguasai 31% pangsa pasar telekomunikasi seluler di Indonesia,dengan mengoperasikan 400 unit BTS untuk menjangkau 200 kota di Indonesia.Pada tahun 1997, perusahaan ini menjadi yang pertama di Asia untuk meluncurkan layanan seluler prabayar, yakni dengan nama simPATI Nusantara. Pada tahun 1998, untuk pertama kalinya, perusahaan ini berhasil menguasai lebih dari 50% pangsa pasar telekomunikasi seluler di Indonesia. Pada tahun 2001, perusahaan ini memperkenalkan layanan GSM dual band yang beroperasi di frekuensi 900 dan 1800 MHz. Perusahaan ini dapat menyelenggarakan layanan tersebut setelah Telkom Indonesia mengalihkan izinnya untuk mengelola jaringan 1800 MHz ke perusahaan ini dalam rangka efisiensi. Izin tersebut didapat oleh Telkom Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2000 dan awalnya akan diluncurkan dengan merek TelkoMOBILE, Tetapi kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama, Indosat melepas semua saham perusahaan ini yang mereka pegang ke Telkom Indonesia, sehingga Telkom Indonesia resmi memegang 77,72% saham perusahaan ini. KPN dan Setdco juga melepas semua saham perusahaan ini yang mereka pegang ke Singtel.

    Pada tahun 2002, perusahaan ini meluncurkan layanan WAP, web, dan layanan data melalui SMS untuk berselancar daring melalui ponsel. Singtel juga membeli 12,7% saham perusahaan ini yang dipegang oleh Telkom Indonesia, sehingga SingTel resmi memegang 35% saham perusahaan ini.Pada tahun 2003, perusahaan ini menjadi yang pertama di Indonesia untuk meluncurkan layanan roaming internasional untuk pengguna layanan seluler prabayar. Pada tahun 2004, perusahaan ini meluncurkan layanan seluler prabayar dengan nama Kartu As. Perusahaan ini juga bergabung ke Bridge Alliance dan memperkenalkan teknologi EDGE dengan kecepatan jaringan melebihi GPRS. Pada tahun 2006, perusahaan ini meluncurkan layanan 3G.

    Pada tahun 2007, Setdco Megacell Asia menyatakan bahwa mereka ingin membeli 35% saham perusahaan ini, tetapi kemudian gagal. Pada tahun 2007 juga, perusahaan ini meluncurkan layanan HSDPA dan Telkomsel Flash, serta meluncurkan TCASH untuk memfasilitasi transaksi keuangan seluler. Pada tahun 2008, perusahaan ini menjadi yang pertama di dunia untuk menyediakan layanan seluler di atas kapal, yakni di atas kapal milik Pelni. Pada tahun 2009, perusahaan ini meluncurkan layanan HSUPA dengan kecepatan hingga 21 Mbps. Pada tahun 2010, perusahaan ini meluncurkan layanan periklanan seluler. Pada tahun 2011, perusahaan ini meluncurkan Tap Izy, sistem pembayaran nirkontak seluler pertama di Indonesia. Pada tahun 2013, perusahaan ini meluncurkan 450 unit BTS bergerak.

    Pada tahun 2014, perusahaan ini menjadi yang pertama di Indonesia untuk meluncurkan layanan 4G LTE. Perusahaan ini juga meluncurkan layanan seluler prabayar untuk kalangan muda dengan nama LOOP. Perusahaan ini kemudian juga mengakuisisi layanan Flexi dan memindahkan pelanggannya menjadi pelanggan Kartu As. Tiga tahun kemudian, perusahaan ini telah dapat menyediakan layanan 4G LTE di 490 kota di Indonesia. Pada tahun 2018, perusahaan ini meluncurkan portal video MAXstream dan permainan Shellfire. Perusahaan ini lalu juga memungkinkan TCASH untuk digunakan oleh pengguna dari operator seluler lain. Pada tahun 2019, bersama sejumlah BUMN Indonesia, perusahaan ini mentransformasi TCASH menjadi LinkAja dan meluncurkan layanan seluler digital pertama di Indonesia dengan nama by.U.

    Pada tahun 2020, perusahaan ini meluncurkan Wifi nirkabel Telkomsel Orbit dan menjual 6.050 unit BTS miliknya ke Mitratel. Perusahaan ini juga memutuskan untuk berinvestasi di Gojek. Pada tahun 2021, perusahaan ini meluncurkan layanan 5G di sembilan kota di Indonesia. Perusahaan ini juga menyatukan merek layanan seluler prabayarnya dari simPATI, Kartu As, dan Loop menjadi hanya Telkomsel PraBayar, sementara nama kartu Halo diubah menjadi Telkomsel Halo. Pada tahun 2021 juga, perusahaan ini meluncurkan platform belajar Kunci dan aplikasi kesehatan Fita. Perusahaan ini kemudian juga mendirikan PT Telkomsel Ekosistem Digital yang berbisnis dengan nama INDICO untuk mengembangkan bisnis di bidang konektivitas digital, platform digital, dan layanan digital.

    Pada pertengahan 2023, Telkomsel mengakuisisi IndiHome, produk layanan WiFi jaringan fiber optik milik induk perusahaannya sendiri (Telkom Indonesia). Penggabungan unit usaha tersebut dilakukan demi mendorong efisiensi bisnis fixed mobile convergence Telkom yang diharapkan bisa berkontribusi pada 80% pendapatan perusahaan, membangun fokus usaha yang jelas (Telkom ke business-to-business dan Telkomsel business-to-consumer), ditambah membantu penetrasi internet ke masyarakat. Adapun proses ini dimulai lewat penandatanganan Perjanjian Pemisahan Bersyarat pada 6 April 2023, dilanjutkan penandatanganan akta pemisahan pada 27 Juni 2023 dan efektif berlaku pada 1 Juli 2023. Pada 21 Juli 2023, Telkomsel resmi memperkenalkan produk pertamanya pasca-integrasi Indihome bernama Telkomsel One yang ditargetkan bisa meraih 600.000-1 juta pelanggan baru. Merger ini juga menghasilkan perubahan komposisi saham Telkomsel, dimana saham Singtel merosot menjadi 30,1% dan Telkom Indonesia naik menjadi 69,9% (awalnya 70,4%)

    Produk dan layanan

    Telkomsel mempunyai beberapa produk, paket, dan layanan, yaitu:

    • Telkomsel Halo (sebelumnya bernama kartuHalo) adalah produk layanan pascabayar.
    • Telkomsel PraBayar (sebelumnya bernama simPATI, Kartu As, LOOP, Kartu Facebook) adalah produk layanan prabayar.
    • Telkomsel Lite adalah produk layanan prabayar yang lebih ringan.
    • by.U adalah produk layanan jasa seluler berbasis digital.
    • Telkomsel Orbit adalah produk layanan internet rumah yang menggunakan perangkat modem Wi-Fi dengan kualitas jaringan internet 5G NR.
    • Langit Musik adalah layanan untuk mengunduh dan streaming lagu secara legal melalui situs web maupun smartphone.
    • MAXstream adalah aplikasi video yang menampilkan ribuan film dan serial TV dari MAXstream Original, HBO GO, My Play, NOMO, Starvision, Genflix, Sushiroll, Video, Vision+, RCTI, VIU, WeTV iFlix, Mola, dan lainnya.
    • Dunia Games adalah layanan yang berisi pembahasan seputar games dimana pengguna dapat mengunduh game serta membeli kupon transaksi di dalam permainan online seluler maupun komputer.
    • LinkAge merupakan aplikasi layanan keuangan digital, sebelumnya bernama Telkomsel Cash atau TCASH. Didirikan oleh Telkomsel bersama anggota Badan Usaha Milik Negara yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara, Pertamina, Asuransi Jiwasraya, dan Danareksa.
    • Indihome merupakan layanan internet WiFi/fiber optic.
    • Ilmupedia, yang bekerja sama dengan Zenius.
    • Telkomsel Proteksi, yang bekerja sama dengan Allianz.
    • Paket Kuota Belajar, yang bekerja sama dengan Kemendikbud Ristek RI.
    • Paket Disney Hotstar, yang bekerja sama dengan Disney, perusahaan hiburan dan media asal Amerika Serikat.
    • Paket Lionsgate Play, yang bekerja sama dengan Lionsgate, perusahaan media dan hiburan asal Amerika Serikat dan Kanada.
    • Paket kuota JKT48, yang bekerja sama dengan grup idola JKT48 (khusus untuk Fans JKT48).

     

    Gerai-gerai Telkomsel yang melayani pelanggan secara langsung dinamakan “GraPARI”, singkatan dari Graha Pari Sraya. Kata dari Bahasa Sansekerta ini diberikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebagai tanda penghargaan atas diresmikannya kantor pelayanan Telkomsel di Kota Yogyakarta,dan dipilih dari dua alternatif lainnya yaitu Graha Adhi Sraya dan Graha Pari Sraya. Sejak saat itu, seluruh pusat layanan pelanggan Telkomsel ditetapkan dengan nama GraPARI Telkomsel. Saat ini, terdapat ratusan gerai GraPARI yang tersebar di berbagai kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia, di mana 80 diantaranya sudah mendapatkan sertifikasi ISO. Selain bertindak sebagai pusat layanan pelanggan yang memfokuskan diri untuk melayani para pelanggannya, GraPARI juga menyediakan penjualan produk sendiri seperti Telkomsel Halo dan Telkomsel PraBayar.

    Telkomsel juga melayani penggunanya lewat “asisten virtual” bernama Veronika yang telah melayani pelanggan sejak 24 Agustus 2017. Telkomsel menjadi perusahaan telekomunikasi pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, yang memiliki layanan customer service berbasis kecerdasan buatan yang berjalan di aplikasi pesan. Veronika asisten virtual adalah sebuah sistem aplikasi komputer yang dirancang dengan algoritma jaringan syaraf tiruan dan artificial intelligence atau kecerdasan buatan untuk melaksanakan komunikasi dua arah kepada pelanggan dan memberikan informasi yang tepat dan akurat melalui platform perpesanan (messenger) dan mampu melaksanakan tugas untuk mengeksekusi sebuah perintah input seperti mengecek sisa kuota, menukar Telkomsel POIN, menemukan lokasi GraPARI terdekat, membeli paket, dan informasi lain seputar layanan dan produk dari telkomsel.

    Dalam hal jaringan, Telkomsel merupakan pemilik BTS terbanyak di Indonesia (237.300 pada 2021) yang tersebar di berbagai daerah. Dari ratusan ribu BTS tersebut, ada yang terletak di wilayah perbatasan, seperti dengan Papua Nugini (Merauke dan Jayapura), Australia (Pulau Rote), Timor Leste (Atambua), Filipina (Sangihe), Malaysia (Sebatik-Nunukan), Singapura (Batam), dan Vietnam (Kepulauan Natuna); ada yang terletak di kapal-kapal Pelni menggunakan teknologi BTS Pico via satelit VSAT IP, menjadikannya sebagai operator seluler pertama yang beroperasi di kapal ketika diluncurkan pada 2008; dan ada yang berbentuk COMBAT (Compact Mobile Base Station), yang merupakan BTS yang mudah dipindah-pindah khusus daerah pedalaman maupun untuk keperluan cepat seperti musim liburan.

    Layanan 5G

    Pada gelaran Asian Games 2018, Telkomsel menghadirkan pengalaman teknologi 5G pertama kali di Jakarta dan Palembang sebagai tuan rumah. Pengalaman merasakan teknologi jaringan super cepat ini merupakan yang pertama di Indonesia. Kemudian di tahun 2019, Telkomsel menjadi operator telekomunikasi seluler pertama yang mencoba uji layanan 5G di Batam dan Jakarta. Kecepatan jaringan internet 5G saat diuji mencapai 1.169 Mbps atau 1,1 Gbps.

    Memperkuat roadmap menuju teknologi  di tahun 2020 Telkomsel menghadirkan VoLTE (voice over LTE). Dengan layanan VoLTE ini, pelanggan Telkomsel dapat merasakan kualitas panggilan suara kualitas tinggi (high definition) dengan 2 kali waktu setup panggilan lebih cepat, dan secara bersamaan terhubung ke internet selama melakukan panggilan suara.

    Di tahap awal, Telkomsel memastikan kesiapan infrastrukturnya untuk menunjang layanan ini dengan mengerahkan lebih dari 10.000 BTS VoLTE di Jabodetabek (Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan Surabaya. Tahun 2021, Telkomsel mengumumkan kerja sama dengan Huawei dengan meluncurkan antena high-gain narrow beam. Jenis antena ini merupakan hasil pengembangan bersama kedua perusahaan yang dimulai sejak kuartal I-2020. Dengan inovasi tersebut, jangkauan jaringan dalam ruangan diklaim dapat lebih maksimal di area ruangan yang tertutup.

    Layanan 5G ini akhirnya diluncurkan pada tanggal 27 Mei 2021, yang menjadikannya sebagai operator 5G pertama di Indonesia setelah mendapatkan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Melalui Surat Keterangan Laik Operasi (SLO) 5G yang dikeluarkan Kominfo, Telkomsel menjadi operator telekomunikasi seluler pertama yang dinyatakan layak untuk mengoperasikan jaringan teknologi 5G di Indonesia secara komersial pada frekuensi spektrum 2,3 GHz.Layanan 5G perdana Telkomsel ini dapat dinikmati secara terbatas dan bertahap di 6 lokasi residensial di wilayah Jabodetabek, serta 5G hotspot di kota-kota besar seperti Surakarta, Medan, Balikpapan, Denpasar, Batam, Surabaya, Makassar, dan Bandung (dan akan terus bertambah sewaktu-waktu).

    Identitas

    Logo awal Telkomsel yang digunakan sejak pendiriannya, terdiri dari dua bentuk utama – elips dan segi enam – serta tiga warna, yaitu merah, putih dan abu-abu.

    • Bentuk segi enam melambangkan sistem seluler GSM.
    • Elips horizontal melambangkan jasa komunikasi darat yang ditawarkan Telkomsel, dan juga mewakili Telkom sebagai pemegang saham utama dan penyelenggara telekomunikasi domestik. Elips vertikal menunjukkan bahwa komunikasi Telkomsel menggunakan gelombang udara dan juga mewakili Indosat sebagai pendiri dan pemegang saham utama lainnya (sebelum 2001) dan pelaksana telekomunikasi internasional terkemuka di Indonesia. Kedua elips tersebut berpotongan di atas segi enam berwarna merah dan abu-abu, serta membentuk huruf “T” berwarna putih yang merupakan huruf pertama dari Telkomsel.
    • Warna merah pada bagian atas segi enam melambangkan keteguhan, keyakinan dan kesiapan Telkomsel dalam menghadapi masa depan pertelekomunikasian.
    • Segi enam yang berwarna abu-abu, menyatakan komitmen Telkomsel terhadap pelanggan dan dukungan kuat dari perusahaan induknya.
    • Warna abu-abu yang merupakan warna logam, melambangkan teknologi dan kestabilan.
    • Warna putih, berarti keterbukaan dan etika yang tak perlu diragukan lagi.

    Setelah menggunakan logo tersebut selama 25 tahun, pada perayaan ulang tahunnya yang ke-26 tanggal 18 Juni 2021, Telkomsel resmi menyandang logo baru yang lebih sederhana. Peluncuran logo baru tersebut dimaknai sebagai simbol perubahan berupa transformasi digital dan nilai-nilai baru, yang diharapkan bisa berperan bagi kemajuan bangsa. Adapun logo baru Telkomsel yang merupakan hasil desain Deni Anggara dari Degarism Studio Bandung ini disebutkan terinspirasi dari batik, yang tercermin dari nama font yang digunakan yaitu Telkomsel Batik. Inspirasi dari batik juga terlihat dari adanya “portal” dengan guratan, yang bermakna hal-hal baru dan dunia baru yang bisa dijelajahi bersama Telkomsel. Portal itu juga terlihat dikelilingi oleh sinar, yaitu sinar optimisme. Adapun komponen warna logo baru tersebut, yaitu:

    • Warna merah dan putih sebagai warna dasar pada logo baru, mewakili keberanian, kekuatan, kemurnian, dan kejujuran.
    • Aksen warna kuning, melambangkan optimisme dan rasa senang.
    • Untuk komunikasi perusahaan juga dikenalkan tone warna-warna baru, termasuk biru tua yang melambangkan integritas dan kepercayaan

    Informasi lainnya

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

    Sejak tahun 2016, Telkomsel gencar mengkampanyekan #InternetBAIK yang bertujuan sebagai wujud sosialisasi dan edukasi cyber wellness mengenai pemanfaatan internet secara bertanggung jawab, aman, kreatif, dan inspiratif untuk menghindari dampak negatif dari internet seperti pornografi, SARA, cyber bullying, hate speech, dan lain-lain. Sejak kampanye ini diluncurkan, #InternetBAIK telah dilakukan di 27 kota dengan melibatkan 80 sekolah, 6.795 pelajar, 5.897 orangtua, guru, dan komunitas, serta 1.613 duta #InternetBAIK.

    Tahun 2019, tiga Pemerintah Daerah di Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan Telkomsel berkolaborasi mengembangkan konsep smart city, di mana salah satunya menggunakan teknologi berbasis Internet of Things (IoT).Dengan kolaborasi tersebut, Telkomsel sudah bekerja sama dengan 7 pemerintah daerah dalam pemanfaatan IoT di tahun 2019.

    Telkomsel juga menghadirkan Indonesia Genggam Internet bekerja sama dengan Perpustakaan Daerah Kabupaten Karawang.

    Di bidang kesehatan, Telkomsel juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah Kabupaten Sumedang dengan menghadirkan aplikasi e-Health SIMPATI. Peluncuran aplikasi ini untuk memberikan solusi kepada pemerintah daerah dalam penanganan gizi melalui sistem pencegahan stunting terintegrasi.

    Penghargaan

    2020

    • Champion Indonesia Customer Experience – Indonesia Customer Experience Award 2020
    • Best People Development – CIPS Supply Management Awards Asia 2020
    • Best Collaborative Teamwork – CIPS Supply Management Awards Asia 2020
    • Inisiatif Tanggap COVID-19 (Sektor Telekomunikasi) Dukungan Kesehatan Medis & Pendidikan Online – Economics CSR Awards 2020
    • Youth Choice Brand of the Year – Marketeers Youth Choice Brand Awards 2020
    • Data Impact on Industry Transformation – 2020 Cloudera Data Impact Awards
    • Most Favorite Non-Publisher Esports Tournament – Indonesia Esports Award 2020
    • Most Innovative Telecom Service Provider – Indonesia – International Finance Award 2020
    • Best Insight Driven (Silver Winner) – PR Awards 2020
    • Excellence in Customer Experience – Indonesia – Frost & Sullivan Asia Pacific Best Practices Awards 2020

    2019

    • A Cyber Security Awareness Award – BSSN (Badan Siber Dan Sandi Negara)
    • Asia’s Best Employer Brand Awards 2019 – Asia’s Best Employer Brand Awards 2019
    • Corporate Image Award – Mobile Operator – Corporate Image Award 2019
    • Best Digital Service – Seluler Awards 2019
    • Digital Service Provider of the Year 2019 – Frost and Sullivan
    • Most Innovative Approach to Mobile Security – Telecom Asia Awards 2019
    • Most Innovative Customer Service Technology (My Telkomsel) – Finalist – Telecom Asia Awards 2019
    • Most Innovative IoT Project (INTANK) – Finalist – Telecom Asia Awards 2019
    • Champion of WSIS Prizes 2019 – ICT Applications (e-Agriculture) – WSIS Prizes 2019
    • Champion of WSIS Prizes 2019 – ICT Applications (e-Business) – WSIS Prizes 2019

    2018

    • Sim Card GSM – SimPATI – Predikat Platinum – Indonesia Best Brand Award 2018
    • Online Customer Experience – Asia Pacific Best Practice Awards 2018
    • Overall Customer Experience – Asia Pacific Best Practice Awards 2018
    • Indonesia Champion for ASEAN for Telecommunication Sector – Indonesia Champion for ASEAN 2018
    • Best Brand Asia for Telecommunication Sector – Brand Asia Award 2018
    • Best Social Campaign 2018 – InternetBAIK – Corporate Social Initiatives Award 2018
    • Champion of Digital Literacy – IndonesiaNEXT Telkomsel – Certiport – Digital Literacy Award 2018
    • Best Supplier Relationship Management Category – CIPS Supply Management Awards Asia
    • The Most Innovative Voice or Solution – Telecom Asia Awards Digital Life Style Winner – Asia Communications Awards 2018
    • Top 5 Best Customer Care – Asia Communications Awards 2018
    • Top 5 Innovation – Cellular Operator – Asia Communications Awards 2018
    • Top 5 Most Innovative IoT Solution – Asia Communications Awards 2018
    • Operator of the Year – Seluler Awards 2018
    • 2nd Best Champion WSIS – Baktiku Negeriku – WSIS Prize 2018

    2017

    • Trusted Company Based on CGPI – Indonesia Good Corporate Governance Award 2017
    • The Best Industry Marketing Champion 2017 for Telecom Sector – Industry Marketing Champion Awards 2017
    • M-money Service Provider of the Year – 2017 Frost & Sullivan Indonesia Excellence Awards
    • Digital Service Provider of the Year – 2017 Frost & Sullivan Indonesia Excellence Awards
    • Top Influential Brand in the Category of TELECOM in INDONESIA – Asia’s Best Brands Awards 2017
    • Indonesia Best Employer Branding Awards – Employer Branding Awards 2017
    • Telkomsel as Brand of the Year 2017 – National Tier – World Branding Award 2017
    • Indonesia Champion for ASEAN 2017 – Operator Seluler Sector – Indonesia Champion for ASEAN 2017
    • The Most Powerful Telecommunication Brand in Indonesia – Brand Asia Award 2017
    • Best of The Best Corporate Social Marketing – The NextDev – Indonesia’s Best Corporate Social Initiative Awards 2017
    • Best of The Best Social Campaign – InternetBAIK – Indonesia’s Best Corporate Social Initiative Awards 2017
    • Operator of The Year 2017 – Selular Award 2017
    • The Best in Building Corporate Image – Telco Company – Corporate Image Award 2017
    • Telkomsel as 2nd Most Valuable indonesian Brand – BRANDZ TOP 50 Most Valuable Indonesian Brands 2017

    Penghargaan bagi Telkomsel juga datang dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas kontribusinya sebagai penyumbang pajak terbesar pada tahun 2019 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Empat. Menurut laporan dari DJP, Telkomsel telah membayar kewajiban pajaknya pada negara hingga Rp 18 triliun

    Kritik

    Meskipun diakui merupakan operator seluler dengan jaringan terbesar dan terluas di Indonesia dengan kecepatan terbaik, namun banyak pelanggan yang mengeluhkan mahalnya tarif Telkomsel dibanding operator lain. Hal ini tentu menyulitkan, khususnya bagi pengguna di pelosok yang hanya terlayani operator ini. Menurut pihak Telkomsel, layanan mereka bersifat “rasional” dengan mempertimbangkan keberlangsungan usaha, khususnya untuk perluasan jaringan dan layanan prima kepada konsumen. Tercatat argumen “mahal”-nya produk Telkomsel ini beberapa kali membuahkan petisi daring yang ditandatangani sejumlah pengguna internet dan adanya upaya peretasan laman web Telkomsel di tahun 2017. Tidak hanya itu, isu tersebut kemudian ikut dimainkan para pesaingnya